Kamis, 13 Maret 2014

Produksi Menurut Islam

1.      Pengertian Produksi
Al Qur’an menggunakan konsep produksi barang dalam artian  luas. Al Qur’an menekankan manfaat dari barang yang diproduksi. Memproduksi suatu barang harus mempunyai hubungan dengan kebutuhan manusia. Berarti barang itu harus diproduksi untuk  memenuhi  kebutuhan  manusia,  bukan  untuk  memproduksi  barang  mewah secara berlebihan yang tidak sesuai dengan kebutuhan manusia, karenanya tenagakerja yang dikeluarkan untuk memproduksi barang tersebut dianggap tidak produktif.
Namun demikian, Al Qur’an memberi kebebasan yang luas bagi manusia untuk berusaha memperoleh  kekayaan  yang  lebih  banyak  lagi  dalam menuntut  kehidupan ekonomi. Dengan memberikan  landasan  rohani  bagi manusia  sehingga  sifat manusia yang semula tamak dan mementingkan diri sendiri menjadi terkendali.
Dalam  surat  al  Ma’aarij  dijelaskan  ada  beberapa  sifat  alami  manusia  yang menjadi azas semua kegiatan ekonomi yaitu :“sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.”
Sifat  tamak  manusia  menjadikan  manusia  berkeluh  kesah,  tidak  sabar  dan gelisah  dalam  perjuangan  mendapatkan  kekayaan. Dengan  begitu  akan  memacu manusia  untuk  melakukan  kegiatan  yang  produktif.  Manusia  akan  giat  untuk memuaskan  kebutuhannya  yang  terus  bertambah,  sehingga  akibatnya  manusia cenderung melakukan  kerusakan  (mafsadat)  di muka  bumi. Dari  sifat  dasar manusia yang  tamak  itu  pula  menyebabkan  manusia  memiliki  dorongan  yang  kuat  dan bimbingan serta arahan yang benar dan pasti akan menjadikan manusia memiliki sifat mulia. Kemajuan manusia akan terus berlanjut sepanjang mereka terus berjuang untuk memenuhi  kebutuhan hidupnya. Daya  ciptanya yang tinggi  akan  terus menghasilkan produk-produk baru dan metode serta teknik produksi yang makin sempurna, sehingga mampu menjaga taraf hidup manusia seiring dengan perubahan zaman. Sifat-sifat dasar manusia dijelaskan dalam surat lain yaitu Ali Imran ayat 14 yang artinya : “Dijadikan indah  pada  (pandangan)  manusia  kecintaan  kepada  apa-apa  yang  diinginkan, yaitu  :  wanita-wanita,  anak-anak,  harta  yang  banyak  dari  jenis  emas, perak, kuda pilihan,binatang-binatang  ternak dan  sawah  ladang.  Itulah  kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah lah tempat kembali yang baik (syurga).”
Keiinginan yang tidak terbatas untuk selalu dipenuhi dan memuaskan kehendak pada manusia semakin lama akan semakin tinggi. Karena itu jika tidak terdapat arahan yang  baik,  hal  itu  akan  mendorong  manusia  melakukan  kerusakan  di  muka  bumi, seperti yang terjadi saat ini. Al-Qur’an  memberikan  pandangan  hidup  yang  seimbang.  Di  satu  sisi  Islam membantu  pertumbuhan  yang  sehat  dan  mulia  bagi  masyarakat.  Di  sisi  lain  Islam memberi  rangsangan  terhadap adanya aktivitas produktif. Karena  itu  Islam membuka kesempatan bagi riset dan penelitian yang sekiranya dapat meningkatkan kesejahteraan manusia.
Ada  beberapa  sabda  Rasulullah  yang  menegaskan  pentingnya  ikhtiar  untuk memperoleh kebutuhan materi dalam kehidupan, yaitu :
  • “Memperoleh  penghidupan  yang  halal merupakan  kewajiban  yang  paling penting  setelah kewajiban menunaikan shalat.”
  • “Apabila telah selesai kau tunaikan shalat Subuh, janganlah kamu tidur hingga kamu sendiri telah berusaha untuk mendapatkan nafkah.”
  • “Terdapat  dosa-dosa  tertentu  yang  hanya  dapat  dihapuskan  dengan  berusaha secara  tetap dalam masalah ekonomi.”
Dari  beberapa hadits  tersebut menunjukkan  bahwa manusia dianjurkan untuk selalu  berusaha  untuk memenuhi  kebutuhan  hidup  yang  salah  satunya  dengan  cara berproduksi.
Produksi  adalah  menciptakan  manfaat  dan  bukan  menciptakan  materi. Maksudnya  adalah  bahwa manusia mengolah materi  itu  untuk mencukupi  berbagai kebutuhannya, sehingga materi itu mempunyai kemanfaatan. Apa yang bisa dilakukan manusia  dalam  “memproduksi”  tidak  sampai  pada  merubah  substansi  benda.  Yang dapat dilakukan manusia berkisar pada misalnya mengambilnya dari tempat yang asli dan  mengeluarkan  atau  mengeksploitasi  (ekstraktif).  Memindahkannya  dari  tempat yang tidak membutuhkan ke tempat yang membutuhkannya, atau menjaganya dengan cara menyimpan agar bisa dimanfaatkan di masa yang akan datang atau mengolahnya dengan  memasukkan  bahan-bahan  tertentu,  menutupi  kebutuhan  tertentu,  atau mengubahnya  dari  satu  bentuk  menjadi  bentuk  yang  lainnya  dengan  melakukan sterilisasi,  pemintalan,  pengukiran,  atau  penggilingan,  dan  sebagainya.  Atau mencampurnya  dengan  cara  tertentu  agar menjadi  sesuatu  yang  baru. Hal  itu  semua hanya mengubah  kondisi materi,  sehingga  pada  kondisi  yang  barupun  substansinya tetap tidak berubah.
Prinsip fundamental yang harus selalu diperhatikan dalam proses produksi adalah prinsip kesejahteraan  ekonomi. Bahkan dalam  sistem kapitalis  terdapat    seruan untuk memproduksi  barang  dan  jasa  yang  didasarkan  atas  azas  kesejahteraan  ekonomi. Keunikan  konsep  Islam  mengenai  kesejahteraan  ekonomi  terletak  pada  kenyataan bahwa hal  itu  tidak dapat mengabaikan pertimbangan kesejahteraan umum  lebih  luas yang  menyangkut  persoalan-persoalan  moral,  pendidikan,  agama  dan  banyak  hal lainnya. Dalam  ilmu  ekonomi modern,  kesejahteraan  ekonomi  diukur  dari  segi  uang. Seperti  ungkapan  Profesor  Pigou  bahwa  :  “Kesejahteraan  ekonomi  kira-kira  dapat didefinisikan sebagai bagian kesejahteraan yang dapat dikaitkan dengan alat pengukur uang.”
Dalam sistem produksi Islam konsep kesejahteraan ekonomi digunakan dengan cara yang lebih luas. Menurut Afzalur Rahman dalam bukunya Doktrin Ekonomi Islam, konsep  kesejahteraan  ekonomi  Islam  terdiri  dari  bertambahnya  pendapatan  yang diakibatkan  oleh  meningkatnya  produksi  dari  hanya  barang-barang  yang  berfaedah melalui pemanfaatan  sumber-sumber  daya  secara maksimum  –baik manusia maupun benda-  demikian  juga  melalui  ikut  sertanya  jumlah  maksimum  orang  dalam  proses produksi. Dengan demikian, perbaikan sistem produksi dalam Islam tidak hanya berarti meningkatnya  pendapatan,  yang  dapat  diukur  dari  segi  uang,  tetapi  juga  perbaikan dalam memaksimalkan terpenuhinya kebutuhan kita dengan usaha minimal tetapi tetap memerhatikan  tuntunan  perintah-perintah  Islam  tentang  konsumsi.  Oleh  karena  itu, dalam  sebuah  negara  Islam  kenaikan  volume  produksi  saja  tidak  akan  menjamin kesejahteraan  rakyat  secara  maksimum.  Mutu  barang-barang  yang  diproduksi  yang tunduk  pada  perintah  Al  Qur’an  dan  sunnah,  juga  harus  diperhitungkan  dalam menentukan sifat kesejahteraan ekonomi. Demikian pula kita harus memperhitungkan akibat-akibat  tidak  menguntungkan  yang  akan  terjadi  dalam  hubungannya  dengan perkembangan  ekonomi bahan-bahan makanan dan minuman  terlarang. Suatu negara Islam  tidak hanya  akan menaruh perhatian untuk menaikkan  volume produksi  tetapi juga untuk menjamin ikut sertanya jumlah maksimum orang dalam proses produksi. Di negara-negara  kapitalis modern  kita  temukan  perbedaan  yang mencolok  karena  cara produksi dikendalikan oleh segelintir kapitalis.
Oleh karena itu, sistem produksi dalam  suatu negara  Islam harus dikendalikan oleh kriteria objektif dan  subjektif; kriteria yang objektif akan  tercermin dalam bentuk kesejahteraan  yang  dapat  diukur  dari  segi  uang,  dan  kriteria  subjektif  dalam  bentuk kesejahteraan yang dapat diukur dari segi etika ekonomi yang didasarkan atas perintah-perintah kitab suci Al Qur’an dan Sunnah.
  1. 2.      Pentingnya Produksi
Pentingnya  peranan  produksi  dalam  memakmurkan  kehidupan  suatu  bangsa dan taraf hidup manusia, disebutkan dalam beberapa ayat dan hadits, seperti : Surat al Qashash ayat 73 :
“Supaya kamu mencari sebagian dari karuniaNya.”.
Surat ar Rum ayat 23 :
“Dan usahamu mencari bagian dari karuniaNya.”  
Apabila dikaji secara  terperinci dalam AlQur’an, maka kita akan mendapatkan bahwa  penekanan  atas  usaha  manusia  untuk  memperoleh  sumber  penghidupan merupakan salah satu prinsip ekonomi yang mendasar di dalam Islam.
Dalam berbagai ayat AlQur’an telah merujuk secara singkat berbagai cara yang dibolehkan  bagi manusia untuk memanfaatkan  sumber  alam  yang  tak  ternatas dalam rangka  memenuhi  kebutuhan  manusia  yang  tak  terbatas.  Al  Qur’an  bukan  hanya membenarkan dan mengakui kenyataan bahwa umat Islam harus terus berjuang secara sungguh-sungguh  dan  terus mengingatkan  keadaan  sosial  dan  ekonomi,  tetapi  telah juga  mendorong  untuk meningkatkan cara dan teknik produksi agar orang/bangsa itu tidak ketinggalan dengan orang/bangsa lain.
Tujuan utama Allah menciptakan bumi  ialah untuk diberikan kepada manusia agar dapat mempergunakan sumber-sumber yang ada di bumi untuk memperoleh rizki. Tersedianya  rizki  berkaitan  erat  dengan  usaha  manusia.  Usaha  yang  keras  akan menghasilkan  sesuatu  yang  optimal,  ganjaran  dan  kemurahan  dan  keberhasilan  yang tidak ada batasnya.
Bagi  Islam, memproduksi  sesuatu  bukanlah  sekedar untuk dikonsumsi  sendiri atau dijual ke pasar. Dua motivasi itu belum cukup karena masih terbatas pada fungsi ekonomi.  Islammenekankan  bahwa  setiap  kegiatan produksi harus pula mewujudkan fungsi sosial (Q.S. Al Hadid (57): 7).
Agar mampu mengemban  fungsi  sosial  seoptimal mungkin,  kegiatan  produksi  harus melampaui  surplus  untuk mencukupi  kebutuhan  konsumtif  dan meraih  keuntungan finansial, sehingga bisaberkontribusi kehidupan sosial. Melalui  konsep  ini,  kegiatan  produksi  harus  bergerak  di  atas  dua  garis  optimalisasi. Optimalisasi pertama  adalah mengupayakan  berfungsinya  sumber dayainsani  ke  arah pencapaian  kondisi  full  employment  (tanpa  pengangguran),  dimana  setiap  orang menghasilkan karya kecuali mereka yang udzur syar’i (sakit atau lumpuh). Optimalisasi kedua memproduksi berdasarkan skala prioritas yaitu kebutuhan primer  (dharuriyyat), lalu kebutuhan sekunder (hajiyyat) dan  kebutuhan  tersier  (tahsiniyyat)  secara proporsional.
  1. 3.      Faktor-faktor Produksi 
Ada beberapa jenis faktor produksi yaitu :
  1. 1.      Tanah
Tanah  mengandung  pengertian  yang  luas,  yaitu  termasuk  semua  sumber yang  kita  peroleh  dari  udara,  laut,  gunung,  dan  sebagainya,  sampai  keadaan geografi, angin, dan iklim yang terkandung dalam tanah. Termasuk dalam faktor produksi tanah adalah :
a)      Bumi  (tanah)  merupakan  permukaan  tanah  yang  di  atasnya  kita  dapat berjalan, mendirikan bangunan, rumah, perusahaan.
b)      Mineral, seperti logam, bebatuan dan sebagainya yang terkandung di dalam tanah yang juga dapat dimanfaatkan oleh manusia.
c)      Gunung,  merupakan  suatu  sumber  lain  yang menjadi  sumber  tenaga  asli yang  membantu  dalam  mengeluarkan  harta  kekayaan.  Gunung-gunung berfungsi  sebagai  penadah  hujan  dan  menajdi  aliran  sungai-sungai  dan melaluinya semua kehidupan mendapatkan rizki masing-masing.
d)     Hutan, merupakan sumber kekayaan alam yang penting. Hutan memberikan bahan  api,  bahan-bahan mentah untuk  industri  kertas,  damar,  perkapalan, perabotan rumah tangga, dan sebagainya.
e)      Hewan, mempunyai kegunaan memberikan daging, susu, dan  lemak untuk tujuan ekonomi, industri dan perhiasan. Sebagian lagi digunakan untuk kerja dan pengangkutan.
Baik  Al  Qur’an  maupun  sunnah  banyak  memberikan  tekanan  pada pembudidayaan  tanah  secara  baik.  Dengan  demikian,  Al  Qur’an  menaruh perhatian akan perlunya mengubah tanah kosong menjadi kebun-kebun dengan mengadakan  pengaturan  pengairan,  dan menanaminya  dengan  tanaman  yang
baik. Seperti KalamNya dalam surat As Sajadah ayat 27 : “Dan  apakah mereka  tidak memerhatikan  bahwasanya Kami menghalau hujan  ke  bumi yang tandus, lalu Kami tumbuhkan dengan air hujan tanam-tanaman yang daripadanya dapat makan binatang-binatang ternak mereka dan mereka sendiri…”
Tanah dapat dipandang dari dua sisi yaitu  :
  1. Tanah sebagai Sumber Daya Alam
Seorang Muslim  dapat memperoleh  hak milik  atas  sumber-sumber daya  alam  setelah  memenuhi  kewajibannya  terhadap  masyarakat. Penggunaan dan pemeliharaan  sumber-sumber daya alam  itu dapat menimbulkan  dua  komponen  penghasilan,  yaitu  :  (a)  penghasilan dari sumber-sumber daya alam sendiri (yaitu sewa ekonomis murni) dan  (b)  penghasilan  dari  perbaikan  dalam  penggunaan  sumber-sumber  daya  alam melalui  kerja manusia  dan modal.  Jadi manusia berhak  untuk  memanfaatkan  dan  memiliki  tanah  untuk dipergunakan dalam mencari nafkah dan menggunakannya  sebagai salah satu faktor produksi.
  1. Tanah sebagai Sumber Daya yang Dapat Habis (Exhaustable).
Menurut  pandangan  Islam  sumber  daya  yang  dapat  habis  adalah milik  generasi  kini  maupun  generasi-generasi  masa  yang  akan datang. Generasi kini tidak berhak untuk menyalahgunakan sumber-sumber  daya  yang  dapat  habis  sehingga menimbulkan  bahaya  bagi generasi  yang  akan  datang.  Dari  analisis  tersebut,  hipotesis  atau kebijaksanaan pedoman dapat disusun sebagai berikut :
1)      Pembangunan  pertanian  pada  negara-negara  Islam  dapat ditingkatkan  melalui  metode  penanaman  yang  intensif  dan ekstensif  jika  dilengkapi  dengan  suatu  program  pendidikan moral, berdasarkan ajaran Islam.
2)      Penghasilan yang diperoleh dari penggunaan sumber daya yang dapat  habis  (exhaustable  resources)  lebih  digunakan  untuk pembangunan lembaga-lembaga sosial (seperti universitas, rumah sakit) dan untuk  infrastruktur  fisik daripada  konsumsi  sekarang ini
3)      Sewa  ekonomis murni  boleh  lebih  digunakan  untuk memenuhi tingkat pengeluaran konsumsi sekarang ini.
  1. 2.      Tenaga Kerja
Tenaga kerja atau buruh merupakan faktor produksi yang diakui di setiap sistem  ekonomi  terlepas  dari  kecenderungan  ideologi  mereka.  Kekhususan perburuhan seperti kemusnahan, keadaan yang  tidak  terpisahkan dari buruh itu  sendiri,  ketidakpekaan  jangka  pendek  terhadap  permintaan  buruh,  dan yang mempunyai  sikap  dalam  penentuan  upah, merupakan  hal  yang  sama pada semua sistem.
Tenaga kerja adalah segala usaha dan ikhtiar yang dilakukan oleh anggota badan  atau  pikiran  untuk  mendapatkan  imbalan  yang  pantas.  Termasuk semua jenis kerja yang dilakukan fisik maupun pikiran.
Manusia  diciptakan  untuk  bekerja  dan  mencari  penghidupan  masing-masing. Seperti disebutkan dalam surat al Balad ayat 4 :“Sesungguhnya Kami menciptakan manusia padahal dia dalam kesusahan.” Kabad  berarti  kesusahan,  kesukaran, perjuangan dan  kesulitan  akibat  bekerja keras. Ini merupakan suatu cobaan bagi manusia yaitu dia ditakdirkan berada pada  kedudukan  yang  tinggi  (mulia)  tetapi  kemajuan  tersebut dapat dicapai melalui ketekunan dan bekerja keras. Di samping itu pengertian “kabad” juga menunjukkan  bahwa  manusia  hendaknya  berupaya  untuk  melakukan  dan menanggung  segala  kesukaran  dan  kesusahan  dalam  perjuangan  untuk mencapai tujuan.
Rasulullah  saw,  senantiasa  menyuruh  umatnya  bekerja  dan  tidak menyukai manusia yang bergantung kepada kelebihan saja.
Dalam  Islam,  buruh  bukan  hanya  suatu  jumlah  usaha  atau  jasa  abstrak yang  ditawarkan  untuk  dijual  pada  para  pencari  tenaga  kerja. Mereka  yang mempekerjakan  buruh mempunyai  tanggung  jawab moral dan  sosial. Dalam kenyataannya,  seorang  pekerja  modern  memiliki  tenaga  kerja  yang  berhak dijualnya dengan harga setinggi mungkin (upah tinggi). Tetapi dalam Islam ia tidak  mutlak  bebas  untuk  berbuat  apa  saja  yang  dikehendakinya  dengan tenaga kerjanya itu. Baik pekerja maupun majikan tidak boleh saling memeras. Semua  tanggung  jawab  buruh  tidak  berakhir  pada  waktu  seorang  pekerja meninggalkan pabrik majikannya. Ia mempunyai tanggung jawab moral untuk melindungi  kepentingan  yang  sah,  baik  kepentingan  para  majikan  maupun para pekerja yang kurang beruntung.
Dengan  demikian,  dalam  Islam  buruh  digunakan  dalam  arti  yang  lebih luas  namun  lebih  terbatas.  Lebih  luas,  karena  hanya  memandang  pada penggunaan  jasa buruh di  luar batas-batas pertimbangan keuangan. Terbatas
dalam arti bahwa seorang pekerja tidak secara mutlak bebas untuk berbuat apa saja yang dikehendakinya dengan tenaga kerjanya itu.  Tenaga kerja secara umum dibagi menjadi beberapa tingkat yaitu :
  1. Tenaga kerja kasar/buruh kasar, misalnya pekerja bangunan,   pandai besi,  dan  sebagainya. Allah memuliakan  hambanya meskipun  yang bekerja  sebagai  pekerja  kasar.  Banyak  ayat  dan  riwayat  yang membahas  tentang  kegiatan  para  nabi  terkait  dengan  peghargaan terhadap  para  pekerja  kasar  –pekerja/tukang  Nabi  Sulaiman,  Nabi Hud dengan pembuatan kapal, dan sebagainya.
  2. Tenaga  kerja  terdidik.  Dalam  al  Qur’an  disebutkan  tentang  tenaga ahli.  Cerita  tentang  Nabi  Yusuf  yang  diakui  pengetahuan  dan kejujurannya  oleh  raja  yang  mempercayakan  tugas  mengurus  dan menjaga gudang padi dan  sebagainya. Hal  itu menunjukkan  bahwa faktor  keahlian  dan  pendidikan  menjadi  sangat  penting  dalam bekerja.
Kriteria  Pemilihan Tenaga Kerja
Pemilihan tenaga kerja tergantung ketersediaan/penawaran tenaga kerja. Sedangkan penawaran tenaga kerja tergantung pada beberapa faktor :
a)      Kecakapan tenaga kerja, merupakan keahlian dan ketrampilan yang dimiliki oleh  tenaga  kerja.  Islam  menjunjung  tinggi  hasil  kerja  yang  cakap  dan memerintahkan  umat  Islam  untuk  mengajarkan  semua  jenis  kerja  dengan tekun  dan  sempurna.  Kecakapan  tenaga  kerja  tergantung  pada  tiga  faktor yaitu : kesehatan fisik, mental dan moral serta pendidikan dan pelatihan bagi para pekerja.
b)      Mobilisasi  tenaga  kerja,  merupakan  pergerakan  tenaga  kerja  dari  suatu kawasan  geografi  ke  kawasan  yang  lain.  Mobilisasi  terkait  erat  dengan kondisi  ekonomi  pekerja. Mobilisasi  dipengaruhi  oleh  faktor  tingkat  upah, dimana  biasanya  pekerja  akan  berupaya  untuk mencari  tempat  kerja  yang memberikan  tingkat  upah  lebih  tinggi.  Al  Qur’an  membolehkan  adanya mobilisasi tenaga kerja demi untuk mencari penghidupan yang lebih baik.
c)      Penduduk,  jumlah penduduk merupakan  faktor yang sangat memengaruhi terhadap  penawaran  tenaga  kerja.  Idealnya  pertumbuhan  penduduk seiring/seimbang  dengan  pertumbuhan  lapangan  kerja  (pertumbuhan ekonomi).
Kebebasan Bekerja
Islam  memberikan  kebebasan  dalam  hal  mencari  lapangan  pekerjaan baik macam maupun wilayah  kerja  demi mendapatkan  kehidupan  yang  lebih baik.  Namun  Islam  tetap menggariskan  bahwa  ada  pekerjaan  yang  halal  dan haram.
Kemuliaan Bekerja
Setiap  pekerjaan  yang  halal  terbuka  untuk  semua  orang  tanpa
memandang  warna  kulit,  keturunan  atau  kepercayaan.  Islam  mengajarkan umatnya agar menghormati saudara seagama tanpa memandang pekerjaan dan ia  memberikan  kemuliaan  dan  status  kepada  golongan  buruh.  AlQur’an membuat  banyak  contoh  tentang  kehidupan  para  Rasul  yang  bekerja  dengan tenaga sendiri untuk kehidupannya.
  1. 3.      Modal
Modal  merupakan  asset  yang  digunakan  untuk  distribusi  asset  yang berikutnya. Modal dapat memberikan  kepuasan pribadi dan membantu untuk menghasilkan kekayaan yang lebih banyak. Pentingnya  modal  dalam  kehidupan  manusia  ditunjukkan  dalam  Al  Qur’an surat Ali Imran ayat  14 yang artinya :
“Dijadikan  indah  pada  (pandangan) manusia  kecintaan  kepada  apa-apa  yang  diingini, yaitu  :  wanita-wanita,  anak-anak,  harta  yang  banyak  dari  jenis  emas,  perak,  kuda pilihan, binatang-binatang  ternak dan  sawah  lading. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik (syurga).”
Kata mataa’u  berarti modal berupa emas dan perak, kuda yang bagus dan ternak (termasuk  bentuk  modal  yang  lain).  Kata  zainu  menunjukkan  kepentingan
modal bagi kehidupan manusia.
Sedangkan Rasulullah menekankan kepentingan modal dalam sabdanya :
“Tidak  boleh  iri  kecuali  kepada  dua  perkara  yaitu  :  orang  yang  hartanya  digunakan untuk  jalan  kebenaran  dan  orang  yang  ilmu pengetahuannya  diamalkan  kepada  orang lain.”
Dari  hadits  tersebut  diketahui    bahwa mencari  ilmu  sama  pentingnya  dengan mencari harta.

Pengumpulan modal
Ada beberapa faktor yang menentukan terhadap pengumpulan modal yaitu :
a)      Peningkatan pendapatan, dapat dilakukan melalui cara yang bersifat wajib : pembayaran zakat dan larangan mengenakan bunga. Sedangkan cara pilihan yaitu dengan penggunaan harta anak yatim, penanaman modal secara tunai dan melalui warisan.Menghindari  sikap  berlebih-lebihan,  dalam  hal  ini
b)      adalah  mengurangi kebiasaan  melakukan  pembelanjaan  yang  tidak  sesuai dengan  kebutuhan, menghindari gaya hidup mewah dan mubazir.
c)      Pembekuan modal,  cara  ini dapat menyebabkan berkurangnya modal yang dapat  digunakan.  Islam  membenci  kegiatan  pembekuan  modal  atau menyimpan harta bukan untuk digunakan dalam kegiatan produktif. Hal ini seperti disampaikan dalam surat Al Ma’arij ayat 18 yang artinya : “Dan menghimpun (harta) lalu menyimpannya (tidak membayarkan zakatnya).”
d)     Keselamatan  dan  keamanan,  dalam  proses  penghimpunan  modal,  perlu adanya rasa aman dan ketentraman dalam negara dimana lokasi penanaman modal  itu  dilakukan.  Bila  ada  jaminan  keselamatan  dan  keamanan  dalam suatu  negara, maka  rakyat  akan  lebih  giat  dalam melakukan  pemupukan modal.
Dalam perspektif  ekonomi  konvensional, modal dapat  tumbuh dari  sebagian
pendapatan  yang  ditabungkan  oleh  masyarakat.  Besarnya  tabungan  dipengaruhi oleh  tingkat  bunga. Menurut  ekonom  konvensional,  semakin  tinggi  tingkat  bunga
semakin  besar  imbalan  tabungan,  semakin  tinggi  pula  kecenderungan  untuk menabung  dan  sebaliknya.  Menurut  Keynes,  tingkat  bunga  yang  tinggi  akan menekan  kegiatan  ekonomi  dan  menyebabkan  volume  penanaman  modal  yang lebih kecil. Sebagai akibatnya, pendapatan uang yang terkumpul akan mengecil, dan dengan adanya kecenderungan yang sama untuk menabung, volume tabungan akan berkurang.  Kenyataannya  adalah  bahwa  jika  individu-individu  rasional,  mereka mungkin  lebih  banyak menabungkan  penghasilan mereka,  bila  tingkat  bunganya tinggi.  Suatu  tingkat  bunga  yang  tinggi  berarti  lebih  tingginya  imbalan  bagi tabungan.  Oleh  karena  itu,  berdasarkan  alasan-alasan  murni,  orang  akan  lebih banyak menabung.
Yang  terpenting  dalam  hal  ini  ialah  bahwa modal  dapat  juga  tumbuh  dalam perekonomian masyarakat yang bebas bunga. Islam membolehkan adanya laba yang berlaku sebagai insentif untuk menabung. Islam membolehkan dua cara pembentukan modal yang berlawanan yaitu konsumsi sekarang  yang  berkurang  (mengurangi  tingkat  konsumsi  untuk  menabung)  dan konsumsi  mendatang  yang  bertambah.  Dengan  demikian  memungkinkan  modal memainkan peranan yang sesungguhnya dalam proses produksi.
  1. 4.      Organisasi
Organisasi  atau  manajemen  merupakan  proses  merencanakan  dan mengarahkan  kegiatan  usaha  perusahaan  untuk  mencapai  tujuan.  Organisasi memegang peranan penting dalam kegiatan produksi. Pentingnya perencanaan dan organisasi dapat dilihat pada hakikat bahwa Allah sendiri adalah perencana yang terbaik. Seperti disebutkan dalam surat Ali Imran ayat 173 yang artinya :
“Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Dialah sebaik-baik pelindung.”  
Peranan  organisasi  dalam  Islam  sangat  penting,  apalagi  jika  dikaitkan  dengan kegiatan  produksi.  Ada  beberapa  ciri  mendasar  yang  harus  dimiliki  oleh organisasi  Islam  terkait  dengan  fungsinya  sebagai  salah  satu  faktor  produksi, yaitu :
a)      Dalam  ekonomi  Islam  yang  pada  hakekatnya  lebih  berdasarkan  ekuiti (equity-based)  daripada  berdasarkan  pinjaman  (loan-based),  para  manajer cenderung  mengelola  perusahaan  yang  bersangkutan  dengan  pandangan untuk  membagi  dividen  di  kalangan  pemegang  saham  atau  berbagi keuntungan di antara mitra  suatu usaha  ekonomi. Sifat motivasi organisasi demikian  sangatlah  berbeda  dalam  arti  bahwa  mereka  cenderung  untuk mendorong  kekuatan-kekuatan  koperatif melalui  berbagai  bentuk  investasi berdasarkan  persekutuan  dalam  bermacam-macam  bentk  seperti musyarakah, mudharabah, dan lain-lain.
b)      Sebagai  akibatnya,  pengertian  tentang  keuntungan  biasa  mempunyai  arti yang  lebih  luas  dalam  kerangka  ekonomi  Islam  karena  bunga  pada modal tidak  dapat  dikenakan  lagi. Modal  manusia  yang  diberikan  oleh  manajer harus  diintegrasikan  dengan  modal  yang  berbentuk  uang.  Perilaku mengutamakan  kepentingan  orang  lain  dalam  Islam,  mungkin  berbeda dalam  kenyataan  dan  siasat  pengelolaannya,  kecuali  bila  secara  kebetulan perilaku  sebenarnya  dari  organisasi  tersebut  serupa  dengan  tindakan  yang diperlukan dalam memaksimalkan keuntungan. Hal  ini  tidak berarti bahwa manajemen  tidak  berusaha  untuk  mencari  laba.  Arti  yang  sesungguhnya bahwa  organisasi  Islam  sebagai  faktor produksi berbeda dengan organisasi dalam  ekonomi  konvensional/secular,  baik  pada  tingkatan  konseptual maupun pada tingkatan operasional dalam usaha menyelaraskan banyaknya tujuan yang tunduk pada kendala-kendala keuntungan.
c)      Karena  sifat  terpadu  organisasi  inilah  tuntutan  akan  integritas  moral, ketepatan  dan  kejujuran  dalam  proses  perakunan  (accounting)  jauh  lebih diperlukan daripada dalam organisasi secular.
d)     Faktor manusia dalam produksi dan strategi usaha mempunyai signifikansi lebih  diakui  dibandingkan  dengan  strategi  manajemen  lainnya  yang didasarkan pada memaksimalkan keuntungan atau penjualan.
  1. 5.      Tujuan Produksi
Tujuan  dari  kegiatan produksi   mencapai  dua hal pokok  pada  tingkat pribadi muslim dan umat Islam adalah :
a)      Memenuhi  kebutuhan  setiap  individu.  Di  dalam  ekonomi  Islam  kegiatan produksi  menjadi  sesuatu  yang  unik  dan  istimewa  sebab  di  dalamnya terdapat  faktor  itqan  (profesionalitas)  yang  dicintai  Allah  dan  ihsan  yang diwajibkan  Allah  atas  segala  sesuatu.  Pada  tingkat  pribadi  muslim, tujuannya adalah merealisasi pemenuhan kebutuhan baginya.
b)      Merealisasikan  kemandirian  umat,  hendaknya  umat  memiliki  berbagai kemampuan,  keahlian  dan  prasarana  yang  memungkinkan  terpenuhinya kebutuhan material dan spiritual.
Dalam  upaya merealisasikan  pemenuhan  kebutuhan umat  ada  beberapa  hal  yang perlu dilakukan, yaitu :
a)      Melakukan perencanaan. Perencanaan yang dilakukan  seperti disyari’atkan oleh  Nabi  Yusuf  adalah  selama  15  tahun.  Perencanaannya  mencakup produksi, penyimpanan, pengeluaran dan distribusi.
b)      Mempersiapkan sumberdaya manusia dan pembagian tugas yang baik.
c)      Memperlakukan sumber daya alam dengan baik.
d)     Keragaman produksi dalam rangka memenuhi kebutuhan umat.
e)      Mengoptimalkan fungsi kekayaan berupa mata uang.
  1. 6.      Prinsip-prinsip Produksi dalam Islam
Al Qur’an dan hadits memberikan arahan tentang prinsip-prinsip produksi sbb:
1)      Tugas manusia di muka bumi sebagai khalifah adalah memakmurkan bumi dengan ilmu dan amalnya.
2)      Islam  selalu  mendorong  kemajuan  di  bidang  produksi  melalui  penelitian, eksperimen dan perhitungan dalam proses pengambangan produksi.
3)      Teknik produksi diserahkan kepada keinginan dan kemampuan manusia.
4)      Dalam  berinovasi  dan  bereksperimen  prinsipnya  Islam  menyukai kemudahan, menghindari mudharat dan memaksimalkan manfaat.
Adapun kaidah-kaidah dalam berproduksi adalah:
  1. Memproduksi barang dan jasa yang halal pada setiap tahapan produksi.
  2. Mencegah  kerusakan  di  muka  bumi,  termasuk  membatasi  polusi, memelihara keserasian, dan ketersediaan sumber daya alam.
  3. Produksi  dimaksudkan  untuk  memenuhi  kebutuhan  individu  dan masyarakat  serta mencapai  kemakmuran. Kebutuhan  yang  harus  dipenuhi harus  berdasarkan  prioritas  yang  ditetapkan  agama  yaitu  terkait  dengan kebutuhan  untuk  tegaknya  akidah/agama,  terpeliharanya  nyawa,  akal  dan keturunan/kehormatan serta kemakmuran material.
  4. Produksi dalam Islam tidak dapat dipisahkan dari tujuan kemandirian umat.
  5. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia baik kualitas spiritual, mental dan fisik.
Menurut  Mannan(1992),  perilaku  produksi  tidak  hanya  menyandarkan  pada kondisi permintaan pasar  tetapi  juga berdasarkan pertimbangan kemaslahatan. Sejalan dengan  itu,  Metwally  (1992)  menyatakan  bahwa  fungsi  kepuasan  perusahaan  tidak hanya dipengaruhi oleh variable tingkat keuntungan, tetapijuga oleh pengeluaran yang bersifat charity atau good deeds. Sehingga fungsi utilitas dari pengusaha muslim adalah: Umax = U(F, G)  Dimana : F = tingkat keuntungan G = tingkat pengeluaran untuk good deeds/charity
Menurut Metwally, pengeluaran perusahaan untuk  charity  akan meningkatkan permintaan  terhadap  produk  perusahaan,  karena  G  akan  menghasilkan efekpenggandaan  (multiplier  effect)  terhadap  kemampuan  daya  beli masyarakat,  pada akhirnya akan meningkatkan permintaan  terhadap produk perusahaan. Tanpa adanya charity,yang dalam Islam diimplementasikan melalui kewajiban zakat, golongan miskin tidak akan mampu mengaktualisasikan permintaannya karena tidak memiliki daya beli.
Pertentangan  antara  charity/shadaqahdan  riba, dimana peran  sistem  keuangan berdasarkan  riba  sangat  mendukung  sistem  ekonomi  individualistis  dan  hedonis, sedangkan  shadaqah  sangat  bersifat  alturistis,  dermawan  dan  penuh  kesetiakawanan sosial. Menurut Sayyid Quthb, riba adalah lawan shadaqah.
Dalam  dunia  usaha modern  saat  ini  peran  sosial  dari  perusahaan menjadi  hal yang  penting  dalam  rangka  menyelaraskan  kepentingan  perusahaan  dengan masyarakat  secara  umum.  Konsep  CSR  (Corporate  Social  Responsibility)  dengan  cara menyisihkan sebagian keuntungan bagi  pemberdayaan masyarakat sekitar perusahaan.
  1. 7.      Penetapan Upah
Ada berbagai pendapat tentang penetapan upah, diantaranya :
a)      Upah ditetapkan berdasarkan tingkat kebutuhan hidup
b)      berdasarkan ketentuan produktivitas marginal
Upah Menurut Pandangan Islam
Islam  menganjurkan  dalam  perjanjian  tentang  upah  kedua  pihak (pengusaha  dan  pekerja)  harus  bersikap  jujur  dan  adil,  sehingga  tidak  terjadi tindakan  aniaya  terhadap  pekerja  maupun  majikan.  Aniaya  terhadap  pekerja berarti mereka  tidak  dibayar  secara  adil,  sedangkan  aniaya  terhadap majikan yaitu mereka  dipaksa  oleh  kekuatan  industri  untuk membayar  upah melebihi kemampuan mereka.
Tingkatan Upah
Upah ditetapkan  berdasarkan prinsip  keadilan melalui proses negosiasi antara  pekerja,  majikan  dan  negara.  Peran  negara  (pemerintah)  adalah menetapkan  tingkat  upah  minimum  dengan  mempertimbangkan  perubahan kebutuhan  dari  pekerja  golongan  bawah.  Tingkat  upah  minimum  sewaktu-waktu  harus  ditinjau  kembali  untuk  melakukan  penyesuaian  berdasarkan perubahan  tingkat  harga  dan  biaya  hidup.  Tingkat maksimumnya  ditentukan berdasarkan sumbangan tenaganya dan nilainya sangat bervariasi.
Penutup
Setiap  kegiatan  produksi  hendaknya  ditujukan  untuk  meningkatkan  manfaat dari suatu materi. Produksi harus memerhatikan norma dan etika yang telah ditetapkan dalam  Islam. Penggunaan  faktor-faktor produksi  secara  efisien  terutama  yang  berasal dari sumberdaya bertujuan untuk  menjaga keseimbangan alam. Penentuan  upah  harus  didasarkan  pada  beberapa  kriteria  seperti  kebutuhan  hidup, roduktivitas dan kemampuan perusahaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar