Al Qur’an menggunakan konsep produksi barang dalam artian luas. Al Qur’an menekankan manfaat dari barang yang diproduksi. Memproduksi suatu barang harus mempunyai hubungan dengan kebutuhan manusia. Berarti barang itu harus diproduksi untuk memenuhi kebutuhan manusia, bukan untuk memproduksi barang mewah secara berlebihan yang tidak sesuai dengan kebutuhan manusia, karenanya tenagakerja yang dikeluarkan untuk memproduksi barang tersebut dianggap tidak produktif.
Namun demikian, Al Qur’an memberi kebebasan yang luas bagi manusia untuk berusaha memperoleh kekayaan yang lebih banyak lagi dalam menuntut kehidupan ekonomi. Dengan memberikan landasan rohani bagi manusia sehingga sifat manusia yang semula tamak dan mementingkan diri sendiri menjadi terkendali.
Dalam surat al Ma’aarij dijelaskan ada beberapa sifat alami manusia yang menjadi azas semua kegiatan ekonomi yaitu :“sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.”
Sifat tamak manusia menjadikan manusia berkeluh kesah, tidak sabar dan gelisah dalam perjuangan mendapatkan kekayaan. Dengan begitu akan memacu manusia untuk melakukan kegiatan yang produktif. Manusia akan giat untuk memuaskan kebutuhannya yang terus bertambah, sehingga akibatnya manusia cenderung melakukan kerusakan (mafsadat) di muka bumi. Dari sifat dasar manusia yang tamak itu pula menyebabkan manusia memiliki dorongan yang kuat dan bimbingan serta arahan yang benar dan pasti akan menjadikan manusia memiliki sifat mulia. Kemajuan manusia akan terus berlanjut sepanjang mereka terus berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Daya ciptanya yang tinggi akan terus menghasilkan produk-produk baru dan metode serta teknik produksi yang makin sempurna, sehingga mampu menjaga taraf hidup manusia seiring dengan perubahan zaman. Sifat-sifat dasar manusia dijelaskan dalam surat lain yaitu Ali Imran ayat 14 yang artinya : “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diinginkan, yaitu : wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan,binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah lah tempat kembali yang baik (syurga).”
Keiinginan yang tidak terbatas untuk selalu dipenuhi dan memuaskan kehendak pada manusia semakin lama akan semakin tinggi. Karena itu jika tidak terdapat arahan yang baik, hal itu akan mendorong manusia melakukan kerusakan di muka bumi, seperti yang terjadi saat ini. Al-Qur’an memberikan pandangan hidup yang seimbang. Di satu sisi Islam membantu pertumbuhan yang sehat dan mulia bagi masyarakat. Di sisi lain Islam memberi rangsangan terhadap adanya aktivitas produktif. Karena itu Islam membuka kesempatan bagi riset dan penelitian yang sekiranya dapat meningkatkan kesejahteraan manusia.
Ada beberapa sabda Rasulullah yang menegaskan pentingnya ikhtiar untuk memperoleh kebutuhan materi dalam kehidupan, yaitu :
- “Memperoleh penghidupan yang halal merupakan kewajiban yang paling penting setelah kewajiban menunaikan shalat.”
- “Apabila telah selesai kau tunaikan shalat Subuh, janganlah kamu tidur hingga kamu sendiri telah berusaha untuk mendapatkan nafkah.”
- “Terdapat dosa-dosa tertentu yang hanya dapat dihapuskan dengan berusaha secara tetap dalam masalah ekonomi.”
Produksi adalah menciptakan manfaat dan bukan menciptakan materi. Maksudnya adalah bahwa manusia mengolah materi itu untuk mencukupi berbagai kebutuhannya, sehingga materi itu mempunyai kemanfaatan. Apa yang bisa dilakukan manusia dalam “memproduksi” tidak sampai pada merubah substansi benda. Yang dapat dilakukan manusia berkisar pada misalnya mengambilnya dari tempat yang asli dan mengeluarkan atau mengeksploitasi (ekstraktif). Memindahkannya dari tempat yang tidak membutuhkan ke tempat yang membutuhkannya, atau menjaganya dengan cara menyimpan agar bisa dimanfaatkan di masa yang akan datang atau mengolahnya dengan memasukkan bahan-bahan tertentu, menutupi kebutuhan tertentu, atau mengubahnya dari satu bentuk menjadi bentuk yang lainnya dengan melakukan sterilisasi, pemintalan, pengukiran, atau penggilingan, dan sebagainya. Atau mencampurnya dengan cara tertentu agar menjadi sesuatu yang baru. Hal itu semua hanya mengubah kondisi materi, sehingga pada kondisi yang barupun substansinya tetap tidak berubah.
Prinsip fundamental yang harus selalu diperhatikan dalam proses produksi adalah prinsip kesejahteraan ekonomi. Bahkan dalam sistem kapitalis terdapat seruan untuk memproduksi barang dan jasa yang didasarkan atas azas kesejahteraan ekonomi. Keunikan konsep Islam mengenai kesejahteraan ekonomi terletak pada kenyataan bahwa hal itu tidak dapat mengabaikan pertimbangan kesejahteraan umum lebih luas yang menyangkut persoalan-persoalan moral, pendidikan, agama dan banyak hal lainnya. Dalam ilmu ekonomi modern, kesejahteraan ekonomi diukur dari segi uang. Seperti ungkapan Profesor Pigou bahwa : “Kesejahteraan ekonomi kira-kira dapat didefinisikan sebagai bagian kesejahteraan yang dapat dikaitkan dengan alat pengukur uang.”
Dalam sistem produksi Islam konsep kesejahteraan ekonomi digunakan dengan cara yang lebih luas. Menurut Afzalur Rahman dalam bukunya Doktrin Ekonomi Islam, konsep kesejahteraan ekonomi Islam terdiri dari bertambahnya pendapatan yang diakibatkan oleh meningkatnya produksi dari hanya barang-barang yang berfaedah melalui pemanfaatan sumber-sumber daya secara maksimum –baik manusia maupun benda- demikian juga melalui ikut sertanya jumlah maksimum orang dalam proses produksi. Dengan demikian, perbaikan sistem produksi dalam Islam tidak hanya berarti meningkatnya pendapatan, yang dapat diukur dari segi uang, tetapi juga perbaikan dalam memaksimalkan terpenuhinya kebutuhan kita dengan usaha minimal tetapi tetap memerhatikan tuntunan perintah-perintah Islam tentang konsumsi. Oleh karena itu, dalam sebuah negara Islam kenaikan volume produksi saja tidak akan menjamin kesejahteraan rakyat secara maksimum. Mutu barang-barang yang diproduksi yang tunduk pada perintah Al Qur’an dan sunnah, juga harus diperhitungkan dalam menentukan sifat kesejahteraan ekonomi. Demikian pula kita harus memperhitungkan akibat-akibat tidak menguntungkan yang akan terjadi dalam hubungannya dengan perkembangan ekonomi bahan-bahan makanan dan minuman terlarang. Suatu negara Islam tidak hanya akan menaruh perhatian untuk menaikkan volume produksi tetapi juga untuk menjamin ikut sertanya jumlah maksimum orang dalam proses produksi. Di negara-negara kapitalis modern kita temukan perbedaan yang mencolok karena cara produksi dikendalikan oleh segelintir kapitalis.
Oleh karena itu, sistem produksi dalam suatu negara Islam harus dikendalikan oleh kriteria objektif dan subjektif; kriteria yang objektif akan tercermin dalam bentuk kesejahteraan yang dapat diukur dari segi uang, dan kriteria subjektif dalam bentuk kesejahteraan yang dapat diukur dari segi etika ekonomi yang didasarkan atas perintah-perintah kitab suci Al Qur’an dan Sunnah.
- 2. Pentingnya Produksi
“Supaya kamu mencari sebagian dari karuniaNya.”.
Surat ar Rum ayat 23 :
“Dan usahamu mencari bagian dari karuniaNya.”
Apabila dikaji secara terperinci dalam AlQur’an, maka kita akan mendapatkan bahwa penekanan atas usaha manusia untuk memperoleh sumber penghidupan merupakan salah satu prinsip ekonomi yang mendasar di dalam Islam.
Dalam berbagai ayat AlQur’an telah merujuk secara singkat berbagai cara yang dibolehkan bagi manusia untuk memanfaatkan sumber alam yang tak ternatas dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia yang tak terbatas. Al Qur’an bukan hanya membenarkan dan mengakui kenyataan bahwa umat Islam harus terus berjuang secara sungguh-sungguh dan terus mengingatkan keadaan sosial dan ekonomi, tetapi telah juga mendorong untuk meningkatkan cara dan teknik produksi agar orang/bangsa itu tidak ketinggalan dengan orang/bangsa lain.
Tujuan utama Allah menciptakan bumi ialah untuk diberikan kepada manusia agar dapat mempergunakan sumber-sumber yang ada di bumi untuk memperoleh rizki. Tersedianya rizki berkaitan erat dengan usaha manusia. Usaha yang keras akan menghasilkan sesuatu yang optimal, ganjaran dan kemurahan dan keberhasilan yang tidak ada batasnya.
Bagi Islam, memproduksi sesuatu bukanlah sekedar untuk dikonsumsi sendiri atau dijual ke pasar. Dua motivasi itu belum cukup karena masih terbatas pada fungsi ekonomi. Islammenekankan bahwa setiap kegiatan produksi harus pula mewujudkan fungsi sosial (Q.S. Al Hadid (57): 7).
Agar mampu mengemban fungsi sosial seoptimal mungkin, kegiatan produksi harus melampaui surplus untuk mencukupi kebutuhan konsumtif dan meraih keuntungan finansial, sehingga bisaberkontribusi kehidupan sosial. Melalui konsep ini, kegiatan produksi harus bergerak di atas dua garis optimalisasi. Optimalisasi pertama adalah mengupayakan berfungsinya sumber dayainsani ke arah pencapaian kondisi full employment (tanpa pengangguran), dimana setiap orang menghasilkan karya kecuali mereka yang udzur syar’i (sakit atau lumpuh). Optimalisasi kedua memproduksi berdasarkan skala prioritas yaitu kebutuhan primer (dharuriyyat), lalu kebutuhan sekunder (hajiyyat) dan kebutuhan tersier (tahsiniyyat) secara proporsional.
- 3. Faktor-faktor Produksi
- 1. Tanah
a) Bumi (tanah) merupakan permukaan tanah yang di atasnya kita dapat berjalan, mendirikan bangunan, rumah, perusahaan.
b) Mineral, seperti logam, bebatuan dan sebagainya yang terkandung di dalam tanah yang juga dapat dimanfaatkan oleh manusia.
c) Gunung, merupakan suatu sumber lain yang menjadi sumber tenaga asli yang membantu dalam mengeluarkan harta kekayaan. Gunung-gunung berfungsi sebagai penadah hujan dan menajdi aliran sungai-sungai dan melaluinya semua kehidupan mendapatkan rizki masing-masing.
d) Hutan, merupakan sumber kekayaan alam yang penting. Hutan memberikan bahan api, bahan-bahan mentah untuk industri kertas, damar, perkapalan, perabotan rumah tangga, dan sebagainya.
e) Hewan, mempunyai kegunaan memberikan daging, susu, dan lemak untuk tujuan ekonomi, industri dan perhiasan. Sebagian lagi digunakan untuk kerja dan pengangkutan.
Baik Al Qur’an maupun sunnah banyak memberikan tekanan pada pembudidayaan tanah secara baik. Dengan demikian, Al Qur’an menaruh perhatian akan perlunya mengubah tanah kosong menjadi kebun-kebun dengan mengadakan pengaturan pengairan, dan menanaminya dengan tanaman yang
baik. Seperti KalamNya dalam surat As Sajadah ayat 27 : “Dan apakah mereka tidak memerhatikan bahwasanya Kami menghalau hujan ke bumi yang tandus, lalu Kami tumbuhkan dengan air hujan tanam-tanaman yang daripadanya dapat makan binatang-binatang ternak mereka dan mereka sendiri…”
Tanah dapat dipandang dari dua sisi yaitu :
- Tanah sebagai Sumber Daya Alam
- Tanah sebagai Sumber Daya yang Dapat Habis (Exhaustable).
1) Pembangunan pertanian pada negara-negara Islam dapat ditingkatkan melalui metode penanaman yang intensif dan ekstensif jika dilengkapi dengan suatu program pendidikan moral, berdasarkan ajaran Islam.
2) Penghasilan yang diperoleh dari penggunaan sumber daya yang dapat habis (exhaustable resources) lebih digunakan untuk pembangunan lembaga-lembaga sosial (seperti universitas, rumah sakit) dan untuk infrastruktur fisik daripada konsumsi sekarang ini
3) Sewa ekonomis murni boleh lebih digunakan untuk memenuhi tingkat pengeluaran konsumsi sekarang ini.
- 2. Tenaga Kerja
Tenaga kerja adalah segala usaha dan ikhtiar yang dilakukan oleh anggota badan atau pikiran untuk mendapatkan imbalan yang pantas. Termasuk semua jenis kerja yang dilakukan fisik maupun pikiran.
Manusia diciptakan untuk bekerja dan mencari penghidupan masing-masing. Seperti disebutkan dalam surat al Balad ayat 4 :“Sesungguhnya Kami menciptakan manusia padahal dia dalam kesusahan.” Kabad berarti kesusahan, kesukaran, perjuangan dan kesulitan akibat bekerja keras. Ini merupakan suatu cobaan bagi manusia yaitu dia ditakdirkan berada pada kedudukan yang tinggi (mulia) tetapi kemajuan tersebut dapat dicapai melalui ketekunan dan bekerja keras. Di samping itu pengertian “kabad” juga menunjukkan bahwa manusia hendaknya berupaya untuk melakukan dan menanggung segala kesukaran dan kesusahan dalam perjuangan untuk mencapai tujuan.
Rasulullah saw, senantiasa menyuruh umatnya bekerja dan tidak menyukai manusia yang bergantung kepada kelebihan saja.
Dalam Islam, buruh bukan hanya suatu jumlah usaha atau jasa abstrak yang ditawarkan untuk dijual pada para pencari tenaga kerja. Mereka yang mempekerjakan buruh mempunyai tanggung jawab moral dan sosial. Dalam kenyataannya, seorang pekerja modern memiliki tenaga kerja yang berhak dijualnya dengan harga setinggi mungkin (upah tinggi). Tetapi dalam Islam ia tidak mutlak bebas untuk berbuat apa saja yang dikehendakinya dengan tenaga kerjanya itu. Baik pekerja maupun majikan tidak boleh saling memeras. Semua tanggung jawab buruh tidak berakhir pada waktu seorang pekerja meninggalkan pabrik majikannya. Ia mempunyai tanggung jawab moral untuk melindungi kepentingan yang sah, baik kepentingan para majikan maupun para pekerja yang kurang beruntung.
Dengan demikian, dalam Islam buruh digunakan dalam arti yang lebih luas namun lebih terbatas. Lebih luas, karena hanya memandang pada penggunaan jasa buruh di luar batas-batas pertimbangan keuangan. Terbatas
dalam arti bahwa seorang pekerja tidak secara mutlak bebas untuk berbuat apa saja yang dikehendakinya dengan tenaga kerjanya itu. Tenaga kerja secara umum dibagi menjadi beberapa tingkat yaitu :
- Tenaga kerja kasar/buruh kasar, misalnya pekerja bangunan, pandai besi, dan sebagainya. Allah memuliakan hambanya meskipun yang bekerja sebagai pekerja kasar. Banyak ayat dan riwayat yang membahas tentang kegiatan para nabi terkait dengan peghargaan terhadap para pekerja kasar –pekerja/tukang Nabi Sulaiman, Nabi Hud dengan pembuatan kapal, dan sebagainya.
- Tenaga kerja terdidik. Dalam al Qur’an disebutkan tentang tenaga ahli. Cerita tentang Nabi Yusuf yang diakui pengetahuan dan kejujurannya oleh raja yang mempercayakan tugas mengurus dan menjaga gudang padi dan sebagainya. Hal itu menunjukkan bahwa faktor keahlian dan pendidikan menjadi sangat penting dalam bekerja.
Pemilihan tenaga kerja tergantung ketersediaan/penawaran tenaga kerja. Sedangkan penawaran tenaga kerja tergantung pada beberapa faktor :
a) Kecakapan tenaga kerja, merupakan keahlian dan ketrampilan yang dimiliki oleh tenaga kerja. Islam menjunjung tinggi hasil kerja yang cakap dan memerintahkan umat Islam untuk mengajarkan semua jenis kerja dengan tekun dan sempurna. Kecakapan tenaga kerja tergantung pada tiga faktor yaitu : kesehatan fisik, mental dan moral serta pendidikan dan pelatihan bagi para pekerja.
b) Mobilisasi tenaga kerja, merupakan pergerakan tenaga kerja dari suatu kawasan geografi ke kawasan yang lain. Mobilisasi terkait erat dengan kondisi ekonomi pekerja. Mobilisasi dipengaruhi oleh faktor tingkat upah, dimana biasanya pekerja akan berupaya untuk mencari tempat kerja yang memberikan tingkat upah lebih tinggi. Al Qur’an membolehkan adanya mobilisasi tenaga kerja demi untuk mencari penghidupan yang lebih baik.
c) Penduduk, jumlah penduduk merupakan faktor yang sangat memengaruhi terhadap penawaran tenaga kerja. Idealnya pertumbuhan penduduk seiring/seimbang dengan pertumbuhan lapangan kerja (pertumbuhan ekonomi).
Kebebasan Bekerja
Islam memberikan kebebasan dalam hal mencari lapangan pekerjaan baik macam maupun wilayah kerja demi mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Namun Islam tetap menggariskan bahwa ada pekerjaan yang halal dan haram.
Kemuliaan Bekerja
Setiap pekerjaan yang halal terbuka untuk semua orang tanpa
memandang warna kulit, keturunan atau kepercayaan. Islam mengajarkan umatnya agar menghormati saudara seagama tanpa memandang pekerjaan dan ia memberikan kemuliaan dan status kepada golongan buruh. AlQur’an membuat banyak contoh tentang kehidupan para Rasul yang bekerja dengan tenaga sendiri untuk kehidupannya.
- 3. Modal
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu : wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah lading. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik (syurga).”
Kata mataa’u berarti modal berupa emas dan perak, kuda yang bagus dan ternak (termasuk bentuk modal yang lain). Kata zainu menunjukkan kepentingan
modal bagi kehidupan manusia.
Sedangkan Rasulullah menekankan kepentingan modal dalam sabdanya :
“Tidak boleh iri kecuali kepada dua perkara yaitu : orang yang hartanya digunakan untuk jalan kebenaran dan orang yang ilmu pengetahuannya diamalkan kepada orang lain.”
Dari hadits tersebut diketahui bahwa mencari ilmu sama pentingnya dengan mencari harta.
Pengumpulan modal
Ada beberapa faktor yang menentukan terhadap pengumpulan modal yaitu :
a) Peningkatan pendapatan, dapat dilakukan melalui cara yang bersifat wajib : pembayaran zakat dan larangan mengenakan bunga. Sedangkan cara pilihan yaitu dengan penggunaan harta anak yatim, penanaman modal secara tunai dan melalui warisan.Menghindari sikap berlebih-lebihan, dalam hal ini
b) adalah mengurangi kebiasaan melakukan pembelanjaan yang tidak sesuai dengan kebutuhan, menghindari gaya hidup mewah dan mubazir.
c) Pembekuan modal, cara ini dapat menyebabkan berkurangnya modal yang dapat digunakan. Islam membenci kegiatan pembekuan modal atau menyimpan harta bukan untuk digunakan dalam kegiatan produktif. Hal ini seperti disampaikan dalam surat Al Ma’arij ayat 18 yang artinya : “Dan menghimpun (harta) lalu menyimpannya (tidak membayarkan zakatnya).”
d) Keselamatan dan keamanan, dalam proses penghimpunan modal, perlu adanya rasa aman dan ketentraman dalam negara dimana lokasi penanaman modal itu dilakukan. Bila ada jaminan keselamatan dan keamanan dalam suatu negara, maka rakyat akan lebih giat dalam melakukan pemupukan modal.
Dalam perspektif ekonomi konvensional, modal dapat tumbuh dari sebagian
pendapatan yang ditabungkan oleh masyarakat. Besarnya tabungan dipengaruhi oleh tingkat bunga. Menurut ekonom konvensional, semakin tinggi tingkat bunga
semakin besar imbalan tabungan, semakin tinggi pula kecenderungan untuk menabung dan sebaliknya. Menurut Keynes, tingkat bunga yang tinggi akan menekan kegiatan ekonomi dan menyebabkan volume penanaman modal yang lebih kecil. Sebagai akibatnya, pendapatan uang yang terkumpul akan mengecil, dan dengan adanya kecenderungan yang sama untuk menabung, volume tabungan akan berkurang. Kenyataannya adalah bahwa jika individu-individu rasional, mereka mungkin lebih banyak menabungkan penghasilan mereka, bila tingkat bunganya tinggi. Suatu tingkat bunga yang tinggi berarti lebih tingginya imbalan bagi tabungan. Oleh karena itu, berdasarkan alasan-alasan murni, orang akan lebih banyak menabung.
Yang terpenting dalam hal ini ialah bahwa modal dapat juga tumbuh dalam perekonomian masyarakat yang bebas bunga. Islam membolehkan adanya laba yang berlaku sebagai insentif untuk menabung. Islam membolehkan dua cara pembentukan modal yang berlawanan yaitu konsumsi sekarang yang berkurang (mengurangi tingkat konsumsi untuk menabung) dan konsumsi mendatang yang bertambah. Dengan demikian memungkinkan modal memainkan peranan yang sesungguhnya dalam proses produksi.
- 4. Organisasi
“Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Dialah sebaik-baik pelindung.”
Peranan organisasi dalam Islam sangat penting, apalagi jika dikaitkan dengan kegiatan produksi. Ada beberapa ciri mendasar yang harus dimiliki oleh organisasi Islam terkait dengan fungsinya sebagai salah satu faktor produksi, yaitu :
a) Dalam ekonomi Islam yang pada hakekatnya lebih berdasarkan ekuiti (equity-based) daripada berdasarkan pinjaman (loan-based), para manajer cenderung mengelola perusahaan yang bersangkutan dengan pandangan untuk membagi dividen di kalangan pemegang saham atau berbagi keuntungan di antara mitra suatu usaha ekonomi. Sifat motivasi organisasi demikian sangatlah berbeda dalam arti bahwa mereka cenderung untuk mendorong kekuatan-kekuatan koperatif melalui berbagai bentuk investasi berdasarkan persekutuan dalam bermacam-macam bentk seperti musyarakah, mudharabah, dan lain-lain.
b) Sebagai akibatnya, pengertian tentang keuntungan biasa mempunyai arti yang lebih luas dalam kerangka ekonomi Islam karena bunga pada modal tidak dapat dikenakan lagi. Modal manusia yang diberikan oleh manajer harus diintegrasikan dengan modal yang berbentuk uang. Perilaku mengutamakan kepentingan orang lain dalam Islam, mungkin berbeda dalam kenyataan dan siasat pengelolaannya, kecuali bila secara kebetulan perilaku sebenarnya dari organisasi tersebut serupa dengan tindakan yang diperlukan dalam memaksimalkan keuntungan. Hal ini tidak berarti bahwa manajemen tidak berusaha untuk mencari laba. Arti yang sesungguhnya bahwa organisasi Islam sebagai faktor produksi berbeda dengan organisasi dalam ekonomi konvensional/secular, baik pada tingkatan konseptual maupun pada tingkatan operasional dalam usaha menyelaraskan banyaknya tujuan yang tunduk pada kendala-kendala keuntungan.
c) Karena sifat terpadu organisasi inilah tuntutan akan integritas moral, ketepatan dan kejujuran dalam proses perakunan (accounting) jauh lebih diperlukan daripada dalam organisasi secular.
d) Faktor manusia dalam produksi dan strategi usaha mempunyai signifikansi lebih diakui dibandingkan dengan strategi manajemen lainnya yang didasarkan pada memaksimalkan keuntungan atau penjualan.
- 5. Tujuan Produksi
a) Memenuhi kebutuhan setiap individu. Di dalam ekonomi Islam kegiatan produksi menjadi sesuatu yang unik dan istimewa sebab di dalamnya terdapat faktor itqan (profesionalitas) yang dicintai Allah dan ihsan yang diwajibkan Allah atas segala sesuatu. Pada tingkat pribadi muslim, tujuannya adalah merealisasi pemenuhan kebutuhan baginya.
b) Merealisasikan kemandirian umat, hendaknya umat memiliki berbagai kemampuan, keahlian dan prasarana yang memungkinkan terpenuhinya kebutuhan material dan spiritual.
Dalam upaya merealisasikan pemenuhan kebutuhan umat ada beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu :
a) Melakukan perencanaan. Perencanaan yang dilakukan seperti disyari’atkan oleh Nabi Yusuf adalah selama 15 tahun. Perencanaannya mencakup produksi, penyimpanan, pengeluaran dan distribusi.
b) Mempersiapkan sumberdaya manusia dan pembagian tugas yang baik.
c) Memperlakukan sumber daya alam dengan baik.
d) Keragaman produksi dalam rangka memenuhi kebutuhan umat.
e) Mengoptimalkan fungsi kekayaan berupa mata uang.
- 6. Prinsip-prinsip Produksi dalam Islam
1) Tugas manusia di muka bumi sebagai khalifah adalah memakmurkan bumi dengan ilmu dan amalnya.
2) Islam selalu mendorong kemajuan di bidang produksi melalui penelitian, eksperimen dan perhitungan dalam proses pengambangan produksi.
3) Teknik produksi diserahkan kepada keinginan dan kemampuan manusia.
4) Dalam berinovasi dan bereksperimen prinsipnya Islam menyukai kemudahan, menghindari mudharat dan memaksimalkan manfaat.
Adapun kaidah-kaidah dalam berproduksi adalah:
- Memproduksi barang dan jasa yang halal pada setiap tahapan produksi.
- Mencegah kerusakan di muka bumi, termasuk membatasi polusi, memelihara keserasian, dan ketersediaan sumber daya alam.
- Produksi dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan individu dan masyarakat serta mencapai kemakmuran. Kebutuhan yang harus dipenuhi harus berdasarkan prioritas yang ditetapkan agama yaitu terkait dengan kebutuhan untuk tegaknya akidah/agama, terpeliharanya nyawa, akal dan keturunan/kehormatan serta kemakmuran material.
- Produksi dalam Islam tidak dapat dipisahkan dari tujuan kemandirian umat.
- Meningkatkan kualitas sumber daya manusia baik kualitas spiritual, mental dan fisik.
Menurut Metwally, pengeluaran perusahaan untuk charity akan meningkatkan permintaan terhadap produk perusahaan, karena G akan menghasilkan efekpenggandaan (multiplier effect) terhadap kemampuan daya beli masyarakat, pada akhirnya akan meningkatkan permintaan terhadap produk perusahaan. Tanpa adanya charity,yang dalam Islam diimplementasikan melalui kewajiban zakat, golongan miskin tidak akan mampu mengaktualisasikan permintaannya karena tidak memiliki daya beli.
Pertentangan antara charity/shadaqahdan riba, dimana peran sistem keuangan berdasarkan riba sangat mendukung sistem ekonomi individualistis dan hedonis, sedangkan shadaqah sangat bersifat alturistis, dermawan dan penuh kesetiakawanan sosial. Menurut Sayyid Quthb, riba adalah lawan shadaqah.
Dalam dunia usaha modern saat ini peran sosial dari perusahaan menjadi hal yang penting dalam rangka menyelaraskan kepentingan perusahaan dengan masyarakat secara umum. Konsep CSR (Corporate Social Responsibility) dengan cara menyisihkan sebagian keuntungan bagi pemberdayaan masyarakat sekitar perusahaan.
- 7. Penetapan Upah
a) Upah ditetapkan berdasarkan tingkat kebutuhan hidup
b) berdasarkan ketentuan produktivitas marginal
Upah Menurut Pandangan Islam
Islam menganjurkan dalam perjanjian tentang upah kedua pihak (pengusaha dan pekerja) harus bersikap jujur dan adil, sehingga tidak terjadi tindakan aniaya terhadap pekerja maupun majikan. Aniaya terhadap pekerja berarti mereka tidak dibayar secara adil, sedangkan aniaya terhadap majikan yaitu mereka dipaksa oleh kekuatan industri untuk membayar upah melebihi kemampuan mereka.
Tingkatan Upah
Upah ditetapkan berdasarkan prinsip keadilan melalui proses negosiasi antara pekerja, majikan dan negara. Peran negara (pemerintah) adalah menetapkan tingkat upah minimum dengan mempertimbangkan perubahan kebutuhan dari pekerja golongan bawah. Tingkat upah minimum sewaktu-waktu harus ditinjau kembali untuk melakukan penyesuaian berdasarkan perubahan tingkat harga dan biaya hidup. Tingkat maksimumnya ditentukan berdasarkan sumbangan tenaganya dan nilainya sangat bervariasi.
Penutup
Setiap kegiatan produksi hendaknya ditujukan untuk meningkatkan manfaat dari suatu materi. Produksi harus memerhatikan norma dan etika yang telah ditetapkan dalam Islam. Penggunaan faktor-faktor produksi secara efisien terutama yang berasal dari sumberdaya bertujuan untuk menjaga keseimbangan alam. Penentuan upah harus didasarkan pada beberapa kriteria seperti kebutuhan hidup, roduktivitas dan kemampuan perusahaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar